ads
Budiyanto, Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara, Jakarta: Erlangga 2003 halaman 129 :
Pengertian peradilan agama adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara antara orang-orang Islam, yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak (perceraian), nafkah, waris, dan lain-lain.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang.
Lingkungan Peradilan Agama meliputi:
Pengadilan Tinggi Agama (pengadilan tingkat banding)
Pengadilan Agama (pengadilan tingkat pertama)
Pengadilan Khusus
- Mahkamah Syar'iyah
- Mahkamah Syar'iyah Provinsi (pengadilan tingkat banding)
- Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Kota (pengadilan tingkat pertama)
Kewenangan
Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama[sunting | sunting sumber]
Peradilan Agama berwenang mengadili perkara perdata agama yakni :
Perkawinan
Izin poligami
Pencegahan perkawinan
Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN)
Pembatalan perkawinan
Kelalaian Kewajiban suami / istri
Cerai talak
Cerai gugat
Harta bersama
Penguasaan anak / Hadlonah
Nafkah anak oleh ibu
Hak-hak bekas istri
Pengesahan anak / Pengangkatan anak
Pencabutan kekuasaan orang tua
Perwalian
Pencabutan kekuasaan wali
Penunjukan orang lain sebagai wali
Ganti rugi terhadap wali
Asal-usul anak
Penolakan kawin campuran
Itsbat Nikah
Izin kawin
Dispensasi kawin
Wali adhol
Ekonomi Syariah
Kewarisan
Wasiat
Hibah
Wakaf
Zakat / Infaq / Shodaqoh
P3HP / Penetapan ahli waris
Perkara lain yang ditetapkan undang-undang
Mahkamah Syar'iyah
Kewenangan Mahkamah Syar'iyah sama dengan kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama ditambah dengan perkara Jinayat seperti :
khamr (minum-minuman keras/napza)
maisir (perjudian)
khalwat
Peralihan ke Mahkamah Agung
Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan.
Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan peradilan agama berada di bawah Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama. Terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004, organisasi, administrasi, dan finansial peradilan agama dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung. Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung.)
Keterbukaan informasi di Pengadilan.
Sesuai Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang keterbukaan informasi di pengadilan, maka dengan dipelopori oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (yang situsnya telah aktif sejak April 2005), situs-situs pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) dan pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama) pun bermunculan.
Adapun informasi-informasi yang harus dipublikasikan pada situs-situs tersebut adalah informasi yang bersifat memberikan pelayanan bagi para pencari keadilan, diantaranya, Profil Pengadilan, Prosedur Standar Pengajuan Perkara, Prosedur Pengaduan, Biaya Panjar Perkara, Agenda Persidangan, Pemanggilan Pihak yang tidak diketahui alamatnya, Putusan, dan lain-lain.